ASSALAMU'ALAIKUM Wr.Wb
Hukum merayakan ulang tahun atau berulang tahun bagi umat muslim
setelah kemarin saya mengeshare hukum melaksanakan halloween bagi umat muslim .. sekarang giliran saya mengeshare hukum merayakan ulang yahun bagi umat muslim..
tradisi ini memang sudah tidak asing lagi untuk orang indonesia khususnya tapi di balik kebiasaan ini ada sesuatu hukum yg bisa dibilang besar mau tahu apa saja hukum atau ketentuanya.. ?? langsung aja kita lihat yukk cyinn..
Oleh : Al-Ustadz Abdul Qadir Abu Fa’izah –hafizhahullah-
Sebuah kebiasaan yang kini merebak di kalangan kaum muslimin, baik muda, maupun tua. Semuanya melakukan kebiasaan itu, yakni kebiasaan berulang tahun.
Mereka memperingati hari kelahirannya dan bergembira padanya dengan
melakukan acara dan pesta demi mengingat hari kelahirannya.
Kebiasaan ini, sekarang mulai dianggap lumrah oleh sebagian orang Islam,
tanpa mau menelusuri hukumnya. Apakah ulang tahun itu boleh ataukah
tidak? Kebiasaan ini harus kita kupas dan jelaskan hukumnya. Karena,
dewasa ini kaum muslimin sukanya mengekor dan membebek saja kepada
setiap orang, bahkan kepada kaum kafir.
Seorang penanya pernah melayangkan pertanyaan kepada seorang ulama besar yang dikenal dengan Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah-. Si penanya berkata,
“Apakah merayakan hari ulang tahun bagi seorang anak dianggap
tasyabbuh (menyerupakan diri) dengan kaum barat kafir ataukah ia adalah
untuk menyenangkan jiwa dan memasukkan rasa gembira di hati sang anak
dan keluarganya?”
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- menjawab,
“Merayakan hari ulang
tahun tak akan lepas dari dua kondisi. Entah ia adalah ibadah atau ia
adalah kebiasaan. Jika ia adalah ibadah, maka ia termasuk bid’ah (ajaran
baru yang tak berdasar) dalam agama Allah.
Sungguh telah tsabit
(benar) dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- adanya peringatan dari
bahaya bid’ah dan bahwa ia adalah kesesatan. Beliau -Shallallahu alaihi
wa sallam- bersabda,
وَإِيَّاكُمْ
وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَإِنَّ
كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ و كُلَّ ضَلَالَةٍ في النار
“Waspadalah
kalian dari perkara (agama) yang diada-ada. Karena, semua yang
diada-ada merupakan bid’ah dan sesungguhnya bid’ah itu adalah kesesatan.
Sedang kesesatan itu adalah di neraka”.[1]
Atau entah ulang tahun tergolong kebiasaan. Jika ia tergolong kebiasaan, maka di dalamnya terdapat dua perkara yang terlarang.
Pertama, menganggap
sesuatu yang bukan ied (hari raya) sebagai ied. Ini tergolong sikap
lancang di hadapan Allah dan Rasul-Nya -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Dimana kita telah menetapkan suatu ied (hari raya) dalam Islam yang tak
pernah Allah dan Rasul-Nya tetapkan sebagai ied.
Tatkala Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- datang ke Kota
Madinah, maka beliau mendapati dua hari bagi orang-orang Anshor yang
mereka dahulu bermain-main di dalamnya dan menganggap keduanya adalah
ied (hari raya). Karenanya, beliau bersabda,
إنَّ اللهُ أَبْدَلَكُمُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمً الْفِطْرِ وَيَوْمَ الأضحى
“Allah sungguh telah menggantikannya dengan hari yang lebih baik darinya, yaitu: Hari Iedul Adh-ha), dan Hari Iedul Fitri”.[2]
Adapun perkara terlarang
yang kedua, maka sesungguhnya di dalam perayaan ulang tahun terdapat
tasyabbuh (penyerupaan diri) dengan musuh-musuh Allah (yakni, kaum
kafir). Karena, kebiasaan ini bukanlah termasuk kebiasaan kaum muslimin.
Mereka hanyalah mengadopsinya (mengambilnya) dari selain mereka.
Sungguh telah tsabit
(benar) dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bahwa barangsiapa yang
tasyabbuh (menyerupakan diri) dengan suatu kaum, maka ia tergolong kaum
itu.
[3]
Kemudian banyaknya jumlah
tahun (umur) bagi seorang manusia tidaklah terpuji, kecuali dalam
keridhaan Allah -Azza wa Jalla- serta ketaatan kepada-Nya. jadi,
sebaik-baik manusia adalah orang yang
panjang umurnya dan baik amalnya. Seburuk-buruk manusia, orang yang
panjang umurnya, namun amalnya buruk“[4]
[Sumber Fatwa: Al-Bida' wa Al-Muhdatsat wa maa laa Ashla lahu (hal. 222-223), cet. Dar Ibni Khuzaimah, 1419 H]
[1] HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/126), Abu Dawud dalam Sunan-nya (4607), At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (2676) dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (42). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami’ (2546).
[2] HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (1134), An-Nasa`iy dalam Sunan-nya (3/179), Ahmad dalam Al-Musnad (3/103), Al-Baghawy dalam Syarh As-Sunnah (1098), dan lainnya. Lihat Shahih Sunan Abi Dawud (1134) karya SyaikhMuhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah-.
[3] HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (4031), Ahmad dalam Al-Musnad (5114), Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (8327), Ibnu Manshur dalam As-Sunan (2370). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (4347)
[4] HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (2330). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (3363).
Terimakasih buat agan agan yang sudah membaca postingan ini.. semoga bertambah ilmunya serta kesehatanya... amin..
Wassalamu'alaikum Wr Wb
spoiler for sumber : Klik disini